Terjemah Sulam Taufiq Bab Kewajiban Terhadap Jenazah

kewajiban terhadap jenazah

{ فَصْلٌ } غَسْلُ الْمَيِّتِ وَتَكْفِيْنُهُ وَالصَّلَاةُ عَلَيْهِ وَدَفْنُهُ فَرْضُ كِفَايَةٍ إِذَا كَانَ مُسْلِمًا وُلِدَ حَيًّا. وَوَجَبَ لِذِمِّىٍّ تَكْفِيْنٌ وَدَفْنٌ وَلِسِقْطٍ مَيِّتٍ غَسْلٌ وَكَفْنٌ وَدَفْنٌ وَلَايُصَلَّى عَلَيْهِمَا. وَمَنْ مَاتَ فِيْ قِتَالِ الْكُفَّارِ بِسَبَبِهِ كُفِّنَ فِيْ ثِيَابِهِ فَإِنْ لَمْ تَكْفِهِ زِيْدَ عَلَيْهَا وَدُفِنَ وَلَايُغْسَلُ وَلَايُصَلَّى عَلَيْهِ. وَأَقَلُّ الْغُسْلِ إِزَالَةُ النَّجَاسَةِ وَتَعْمِيْمُ جَمِيْعِ بَشَرِهِ وَشَعْرِهِ وَإِنْ كَثُفَ مَرَّةً بِالْمَاءِ الْمُطَهِّرِ. وَأَقَلُّ الْكَفْنِ سَاتِرُ جَمِيْعِ الْبَدَنِ وَثَلَاثُ لَفَائِفَ لِمَنْ تَرَكَ تِرْكَةً زَائِدَةً عَلَى دِيْنِهِ وَلَمْ يُوْصِ بِتَرْكِهَا.
وَأَقَلُّ الصَّلَاةِ عَلَيْهِ أَنْ يَنْوِيَ فِعْلَ الصَّلَاةِ عَلَيْهِ وَالْفَرْضَ وَيُعَيِّنَ وَيَقُوْلَ اللهُ أَكْبَرُ وَهُوَ قَائِمٌ إِنْ قَدَرَ ثُمَّ يَقْرَأُ الْفَاتِحَةَ ثُمَّ يَقُوْلُ اللهُ أَكْبَرُ ثُمّ يَقُوْلُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ثُمَّ يَقُوْلُ اللهُ أَكْبَرُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ ثُمَّ يَقُوْلُ اللهُ أَكْبَرُ, السَّلَامُ عَلَيْكُمْ. وَلَا بُدَّ فِيْهَا مِنْ شُرُوْطِ الصَّلَاةِ وَتَرْكِ الْمُبْطِلَاتِ. وأَقَلُّ الدَّفْنِ حَفْرَةٌ تَكْتُمُ رَائِحَتَهُ وَتَحْرِسُهُ مِنَ السِّبَاعِ. وَيُسَنُّ أَنْ يُعَمَّقَ قَدْرَ قَامَةٍ وَبَسْطَةٍ وَيُوَسَّعُ وَيَجِبُ تَوْجِيْهُهُ إِلَى الْقِبْلَةِ.
Fasal
Memandikan mayit, mengafani, menyolati dan menguburnya adalah fardlu kifayah. Hal itu jika mayit adalah seorang yang beragama islam dan lahir dalam keadaan hidup. Sedangkan mayit kafir dzimmy[1] hanya wajib untuk dikafani dan dikubur, begitu juga janin yang (belum mencapai umur 6 bulan dan lahir) dalam keadaan mati hanya wajib untuk dimandikan, dikafani, dikuburkan dan keduanya tidak boleh disholati.
Bila ada seorang yang meninggal dalam peperangan melawan orang kafir dan kematiannya disebabkan oleh perang tersebut maka ia harus dikafani dengan pakaian yang ia kenakan saat perang. Jika tidak cukup maka ditambah dengan kain lainnya.  Selain itu wajib dikuburkan tanpa dimandikan dan disholati[2].
Paling sedikitnya memandikan mayit adalah dengan menghilangkan najis dan meratakan air yang menyucikan ke seluruh kulit dan rambutnya walaupun lebat. Minimal kafan adalah kain yang dapat menutup seluruh badan dan minimal 3 lapis bagi mayit yang memiliki harta peninggalan yang melebihi dari hutangnya serta ia tidak berwasiat untuk tidak dipakaikan 3 lapis[3].

Menyolati mayit paling minimal adalah dengan praktek:

-          Berniat menyolati mayit, menyebutkan kefardluan dan men-ta’yin (menentukan mayit yang disholati)[4].
-          Mengucapkan Allahu Akbar (disertai niat diatas) dengan posisi berdiri jika mampu, lalu membaca surat Al-Fatihah.
-          Kemudian mengucapkan اللهُ أَكْبَرُ lantas membaca sholawat:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ.[5]
-          Kemudian mengucapkan اللهُ أَكْبَرُ lalu berdoa:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ [6]
-          Selanjutnya mengucapkan اللهُ أَكْبَرُ[7], dan “Assalaamu’alaikum”
Dalam sholat jenazah ini harus terpenuhi syarat-syarat sholat dan menjauhi perkara-perkara yang membatalkan sholat.
Liang kubur paling minimal adalah galian/liang yang mampu menyembunyikan bau mayit dan menjaga tubuh mayit dari binatang buas. Disunahkan memperdalam liang kira-kira seukuran berdirinya orang yang mengangkat tangan. Selain memperdalam disunahkan juga untuk memperluas liang. Dan wajib menghadapkan mayit ke arah kiblat.



[1] Kafir dzimmy adalah orang yang tidak beragama islam namun berada di Negara Islam dan tunduk pada aturan-aturan syari’at islam yang diberlakukan untuknya.
[2] Hukum memandikan dan menyolatinya adalah haram. Lihat Mirqot Shu’udi At-Tashdiq Syarh Sullam Taufiq, Surabaya : Al-Hidayah  hal. 37
[3] Sedangkan bagi mayit yang tidak memiliki harta yang cukup untuk melunasi hutangnya atau mayit yang berwaasiat untuk meninggalkan 2 lapis dan hanya dipakaikan satu kain kafan saja maka kedua orang itu hanya wajib dipakaikan satu lapis kain saja.
[4] Seperti menentukan mayit dengan ungkapan mayit ini, mayit yang ada, mayit yang disholati imam, mayit yang ada di mihrob atau yang ada di hadapan imam. Hal ini adalah ta’yin menurut kitab Mirqotu Shu’udi At-Tashdiq.  Lihat Mirqot Shu’udi At-Tashdiq Syarh Sullam Taufiq, Surabaya : Al-Hidayah hal. 37. Sedangkan dalam kitab Is’adur Rofiq yang dimaksud ta’yin adalah menentukan sholat bukan menentukan mayit. Sholat mayit disebutkan dengan tertentu supaya berbeda dengan sholat yang lain. Lihat Is’ad Ar-Rofiq, Surabaya : Al-Hidayah juz 1 hal. 106
Diantara niat sholat mayit adalah: "أُصَلِّي عَلَى هَذَا الْمَيِّتِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى" artinya : “Saya mensholati mayit ini sebagai kewajiban karena Allah Ta’ala”. Kata هَذَا الْمَيِّتِ bisa diganti dengan "الْمَيِّتِ الْحَاضِرِ" (mayit yang ada) atau "الْمَيِّتِ أَمَامَ الْإِمَامِ" (mayit didepan imam) atau  "الْمَيِّتِ فِي الْأَمَامِ" (mayit di depan imam) atau  "مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ الْإِمَامِ" (mayit yang disholati imam). Sedangkan bila mayitnya perempuan diganti dengan kata .
[5] Sholawat diatas adalah paling minimal. Sedangkan yang sempurna adalah membaca sholawat :
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
Is’ad juz 1 hal. 106
[6] Doa ini paling minimal, sedangkan yang sempurna adalah:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ وَأَكْرِمْ نُزَلَهُ وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنْ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْت الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنْ الدَّنَسِ وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَفِتْنَتِهِ وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ
Doa diatas diperuntukkan bagi mayit laki-laki. Bila mayit adalah perempuan maka lafa dlomir “هُ” diganti “هَا”.
Sedangkan bila mayit belum baligh maka doa yang dibaca adalah:
اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ فَرَطًا لِأَبَوَيْهِ وَسَلَفًا وَذُخْرًا وَعِظَةً وَاعْتِبَارًا وَشَفِيعًا وَثَقِّلْ بِهِ مَوَازِينَهُمَا وَأَفْرِغْ الصَّبْرَ عَلَى قُلُوبِهِمَا , اللَّهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا أَجْرَهُمَا وَلَا تَفْتِنَّا بَعْدَهُمَا
Lihat Kifayatul Akhyar juz 1 hal. 167-168
[7] Setelah takbir ke-empat dan sebelum salam disunahkan berdoa:
 اللَّهُمَّ لَا تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلَا تَفْتِنَّا بَعْدَهُ

Terjemah Sulam Taufiq Bab Syarat Sah Berjama'ah

syarat sah berjama'ah

{ فَصْلٌ } يَجِبُ عَلَى كُلِّ مَنْ صَلَّى مُقْتَدِيًا فِيْ جُمْعَةٍ أَوْ غَيْرِهَا أَنْ لَايَتَقَدَّمَ عَلَى إِمَامِهِ فِيْ الْمَوْقِفِ وَالْإِحْرَامِ بَلْ تَبْطُلُ الْمُقَارَنَةُ فِي الْإِحْرَامِ وَتُكْرَهُ فِي غَيْرِهِ إِلَّا التَّأْمِيْنُ. وَيَحْرُمُ تَقَدُّمُهُ بِرُكْنٍ فِعْلِيٍّ وَتَبْطُلُ بِرُكْنَيْنِ وَكَذَا التَّأَخُّرُ عَنْهُ بِهِمَا لِغَيْرِ عُذْرٍ وَبِأَكْثَرَ مِنْ ثَلَاثَةِ أَرْكَانٍ طَوِيْلَةٍ لَهُ وَأَنْ يَعْلَمَ بِانْتِقَالَاتِ إِمَامِهِ وَأَنْ يَجْتَمِعَا فِيْ مَسْجِدٍ أَوْ ثَلَاثِمِائَةِ ذِرَاعٍ وَأَنْ لَا يَحُوْلَ بَيْنَهُمَا حَائِلٌ يَمْنَعُ الْإِسْتِطْرَاقَ وَأَنْ يَتَوَافَقَ نَظْمُ صَلَاتَيْهِمَا وَأَنْ لَايَتَخَالَفَا فِيْ سُنَّةٍ تَفْحُشُ الْمُخَالَفَةُ فِيْهَا وَأَنْ يَنْوِيَ الْإِقْتِدَاءَ مَعَ التَّحَرُّمِ فِيْ الْجُمْعَةِ وَقَبْلَ الْمُتَابَعَةِ وَطُوْلِ الْإِنْتِظَارِ فِيْ غَيْرِهَا. وَيَجِبُ عَلَى الْإِمَامِ نِيَّةُ الْإِمَامَةِ فِي الْجُمْعَةِ وَالْمُعَادَةِ وَتُسَنُّ فِيْ غَيْرِهِمَا.
Fasal
Wajib bagi setiap orang yang menjadi makmum, baik dalam sholat jum’at atau selainnya, untuk tidak melebihi (posisi terdepannya) imam dalam tempatnya, dan tidak mendahului takbirotul ihrom imam. Bahkan menyertai/bersamaan dengan imam dalam takbirotul ihrom itu membatalkan sholat. Adapun menyertai pada selain takbirotul ihrom hukumnya makruh kecuali dalam membaca amin.

Mendahului imam dengan satu rukun fi’li hukumnya haram dan mendahului imam dengan 2 rukun fi’li (haram dan) membatalkan sholat. Begitu juga dapat membatalkan sholat jika makmum tertinggal 2 rukun fi’li tanpa udzur atau tertinggal lebih dari tiga rukun fi’li yang panjang[1].

Wajib pula bagi makmum untuk :

1     Mengetahui gerakan-gerakan imam.
2      Berkumpul dengan imam dalam satu masjid atau dalam jarak 300 dziro’.[2]
3    Tidak ada penghalang yang dapat menghalangi perjalanan makmum menuju imam (dengan cara berjalan yang lumrah).
4      Selarasnya bentuk sholat imam dan makmum.[3]
Tidak berselisih dalam melakukan kesunahan yang perselisihan didalamnya dianggap perselisihan berat.[4]



[1] Rukun-rukun fi’li selain I’tidal dan duduk diantara 2 sujud adalah rukun fi’li yang panjang. Lihat Mirqot Shu’udi At-Tashdiq Syarh Sullam Taufiq, Surabaya : Al-Hidayah  hal 35
[2] Satu dziro’ menurut: a. Mayoritas Ulama = 48 cm. b. Imam Nawawi = 44,720 cm. c. Imam Rofi’i = 44,820 cm.
Sehingga 300 dziro’ menurut mayoritas ulama = 14.400 cm/144 m.
[3] Bila tidak selaras maka tidak sah jamaah makmum. Contoh sholat jamaah yang tidak selaras adalah imam melakukan sholat jenazah dan makmum melakukan sholat dhuhur.
[4] Contoh perselisihan dalam kesunahan yang diangap perselisihan berat adalah imam sedang melakukan tasyahud awal dan makmum berdiri dengan sengaja tanpa melakukan tasyahud.

Terjemah Sulam Taufiq Bab Jama'ah

jama'ah

 فَصْلٌ : الْجَمَاعَةُ عَلَى الذُّكُوْرِ الْأَحْرَارِ الْمُقِيْمِيْنَ الْبَالِغِيْنَ غَيْرِ الْمَعْذُوْرِيْنَ فَرْضُ كِفَايَةٍ وَفِي الْجُمْعَةِ فَرْضُ عَيْنٍ عَلَيْهِمْ إِذَا كَانُوْا أَرْبَعِيْنَ مُكَلَّفِيْنَ فِيْ أَبْنِيَةٍ وَعَلَى مَنْ نَوَى الْإِقَامَةَ عِنْدَهُمْ أَرْبَعَةَ أَيَّامٍ صِحَاحٍ وَعَلَى مَنْ بَلَغَهُ نِدَاءُ صَيْتٍ مِنْ طَرْفٍ يَلِيْهِ مِنْ بَلَدِهَا
وَشَرْطُهَا وَقْتُ الظُّهْرِ وَخُطْبَتَانِ قَبْلَهَا فِيْهِ يَسْمَعُهُمَا الْأَرْبَعُوْنَ وَأَنْ تُصَلَّى جَمَاعَةً بِهِمْ وَأَنْ لَاتُقَارِنَهَا أُخْرَى بِبَلَدِهَا. 
وأَرْكَانُ الْخُطْبَتَيْنِ حَمْدُ اللهِ وَالصَّلَاةُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْوَصِيَّةُ بِالتَّقْوَى فِيْهِمَا وَآيَةٌ مَفْهُوْمَةٌ فِيْ إِحْدَاهُمَا وَالدُّعَاءُ لِلْمُؤْمِنِيْنَ فِيْ الثَّانِيَةِ.
وَشُرُوْطُهُمَا الطَّهَارَةُ عَنِ الْحَدَثَيْنِ وَعَنِ النَّجَاسَةِ فِي الْبَدَنِ وَالْمَكَانِ وَالْمَحْمُوْلِ وَسَتْرُ الْعَوْرَةِ وَالْقِيَامُ وَالْجُلُوْسُ بَيْنَهُمَا وَالْوِلَاءُ بَيْنَهُمَا وَبَيْنَهُمَا وَبَيْنَ الصَّلَاةِ وَأَنْ يَكُوْنَا بِالْعَرَبِيَّةِ. 
Fasal
Sholat jamaah bagi para lelaki merdeka (bukan budak) yang bermukim (tidak sedang bepergian), yang baligh dan tidak ada udzur hukumnya adalah fardlu kifayah. Sedangkan berjamaah dalam sholat jum’at bagi mereka hukumnya adalah fardlu ‘ain jika mencapai jumlah 40 orang mukalaf yang bertempat di kediaman mereka. Sholat jum’at juga wajib bagi orang yang bermaksud untuk bermukim (di suatu tempat) selama 4 hari utuh. Dan juga wajib bagi orang yang mendengarkan adzan seseorang yang keras suaranya dari tepi pemukiman didirikannya sholat jum’at yang bersandingan dengan pemukimannya.

Syarat sholat Jum’ah adalah:

1     Dilaksanakan pada waktu dzuhur.
2      Adanya 2 khuthbah yang bisa didengarkan (minimal) oleh 40 orang.
3     Dilakukan dengan jamaah.
4   Tidak bersamaan dengan sholat jum’ah lain dalam satu wilayah (yang tidak boleh didirikan 2 jamaah sholat jum’at dalam wilayah itu).

Rukun-rukun 2 Khutbah adalah:

  1. Memuji Allah (dengan bacaan yang mengandung lafad "حَمْدُ" atau lafad-lafad yang berasal darinya)
  2. Membaca sholawat atas Nabi SAW.
  3. Wasiat (memerintahkan) untuk bertaqwa, ketiga hal ini harus ada dalam 2 khutbah.
  4. Membaca minimal satu ayat yang memahamkan, pada salah satu khutbah.
  5. Membaca doa yang ditujukan bagi orang-orang mukmin (minimal) pada khutbah yang kedua.

Syarat-syarat Khutbah ialah:

1      Suci dari 2 hadats.
2     Suci dari najis baik badan, tempat atau benda yang dibawa.
2     Menutup aurat.
4      Khutbah dilakukan dengan berdiri.
5       Duduk diantara 2 khutbah.
6       Berkelangsungan (tanpa pemisah yang lama) antara 2 khutbah .
7     Dan berkelangsungan antara khutbah dan sholat.
8      Khutbah dengan menggunakan bahasa arab [1].


[1] Minimal yang harus menggunakan bahasa arab adalah rukun-rukun khutbah. Sehingga bila rukun-rukunnya telah menggunakan bahasa arab namun ditambahkan petuah-petuah dalam bahasa indonesia agar jamaah bisa mengambil hikmah atas apa yang disampaikan, maka khutbah tetap sah. 

Terjemah Sulam Taufiq Bab Rukun Sholat

terjemah sulam taufiq


{ فَصْلٌ } أَرْكَانُ الصَّلَاةِ سَبْعَةَ عَشَرَ : الْأَوَّلُ النِّيَّةُ بِالْقَلْبِ لِلْفِعْلِ وَيُعَيِّنَ ذَاتَ السَّبَبِ وَالْوَقْتِ وَيَنْوِيَ الْفَرْضِيَّةَ فِي الْفَرْضِ وَيَقُوْلَ بِحَيْثُ يُسْمِعُ نَفْسَهُ كَكُلِّ رُكْنٍ قَوْلِيٍّ اللهُ أَكْبَرُ وَهُوَ ثَانِي أَرْكَانِهَا. الثَّالِثُ الْقِيَامُ فِي الْفَرْضِ لِلْقَادِرِ. الرَّابِعُ قِرَاءَةُ الْفَاتِحَةِ بِالْبَسْمَلَةِ وَالتَّشْدِيْدَاتِ وَمُوَالَاتُهَا وَتَرْتِيْبُهَا وَإِخْرَاجُ الْحُرُوْفِ مِنْ مَخَارِجِهَا وَعَدَمُ اللَّحْنِ الْمُخِلِّ بِالْمَعْنَى وَيَحْرُمُ اللَّحْنُ الَّذِيْ لَمْ يُخِلَّ وَلَا يُبْطِلُ. الْخَامِسُ الرُّكُوْعُ بِأَنْ يَنْحَنِيَ بِحَيْثُ تَنَالُ رَاحَتَاهُ رُكْبَتَيْهِ. السَّادِسُ الطُّمَأْنِيْنَةُ فِيْهِ بِقَدْرِ سُبْحَانَ اللهِ. السَّابِعُ الْإِعْتِدَالُ بِأَنْ يَنْتَصِبَ قَائِمًا. الثَّامِنُ الطُّمَأْنِيْنَةُ فِيْهِ. التَّاسِعُ السُّجُوْدُ مَرَّتَيْنِ بِأَنْ يَضَعَ جَبْهَتَهُ عَلَى مُصَلَّاهُ مَكْشُوْفَةً مُتَثَاقِلًا بِهَا وَمُنْكِسًا وَيَضَعَ شَيْئًا مِنْ رُكْبَتَيْهِ وَمِنْ بُطُوْنِ أَصَابِعِ رِجْلَيْهِ. الْعَاشِرُ الطُّمَأْنِيْنَةُ فِيْهِ. الْحَادِيْ عَشَرَ الْجُلُوْسُ بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ. الثَّانِي عَشَرَ الطُّمَأْنِيْنَةُ فِيْهِ. الثَّالِثَ عَشَرَ الْجُلُوْسُ لِلتَّشَهُّدِ الْأَخِيْرِ وَمَا بَعْدَهُ. الرَّابِعَ عَشَرَ التَّشَهُّدُ الْأَخِيْرُ فَيَقُوْلُ "التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلهِ. السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ. السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلهَ إِلَّا اللهُ. وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ. الْخَامِسَ عَشَرَ الصَّلَاةُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَقَلُّهَا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ. السَّادِسَ عَشَرَ السَّلَامُ وَأَقَلُّهَا السَّلَامُ عَلَيْكُمْ. السَّابِعَ عَشَرَ التَّرْتِيْبُ فَإِنْ تَعَمَّدَ تَرْكَهُ كَأَنْ سَجَدَ قَبْلَ رُكُوْعِهِ بَطَلَتْ وَإِنْ سَهَا فَلْيَعُدْ إِلَيْهِ إِلَّا أَنْ يَكُوْنَ فِيْ مِثْلِهِ أَوْ بَعْدَهُ فَتَتِمُّ بِهِ رَكْعَتُهُ وَلَغَا مَا سَهَا بِهِ.
Fasal
Rukun-rukun sholat ada 17. Yaitu:
Pertama, niat dengan hati untuk melaksanakan sholat. Musholi harus menyebutkan[1] (dalam hati) atas sholat yang memiliki sebab atau waktu,[2] dan meniatkan kefardluan dalam sholat fardlu.[3]
Rukun keduanya sholat adalah mengucapkan lafad “Allahu Akbar” sekira (minimal) dirinya sendiri mendengarnya sebagaimana berlaku pada rukun-rukun qouly (bacaan)[4]  yang lain.
Ketiga adalah berdiri bagi orang yang mampu
Keempat adalah membaca Al-Fatihah beserta dengan basmalah, tasydid-tasydidnya, membacanya secara terus (tanpa disela dengan diam yang lama atau disela dengan bacaan lain), memelihara urutannya (tidak boleh membolak-balik kalimat-kalimat al-Fatihah), mengeluarkan huruf-hurufnya dari makhroj khuruf (harus sesuai dengan makhroj khuruf), tidak ada lahn (membaca dengan salah) yang sampai merusak makna[5]. Membaca ayat dengan salah tanpa merusak makna itu hukumnya haram meski tidak membatalkan.
Kelima adalah ruku’ dengan cara membungkukkan badan sekira dua telapak tangannya mencapai/memegang dua lututnya.
Keenam adalah thuma’ninah (tenang tanpa gerak) dalam ruku’ kira-kira cukup untuk membaca lafad “Subhaanallah”.
Ketujuh, i’tidal dengan cara berdiri tegak
Kedelapan, thuma’ninah dalam i’tidal
Kesembilan, sujud dua kali dengan cara meletakkan dahi di tempat sujud dengan kondisi dahi terbuka (tidak terhalang sesuatu dalam menyentuh tempat sujud) seraya menekannya[6] dan dengan posisi menundukkan kepala ke bawah. Dan meletakkan sebagian lutut, sebagian dari dua telapak tangan dan sebagian jari-jari kaki ke lantai.
Kesepuluh thuma’ninah dalam sujud.
Kesebelas duduk dantara dua sujud
Kedua belas thuma’ninah dalam sholat
Ketiga belas duduk untuk melakukan tasyahud akhir dan rukun setelah tasyahud
Keempat belas tasyahud akhir, dalam tasyahud akhir mengucapkan :
التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلهِ. السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ. السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلهَ إِلَّا اللهُ. وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
Artinya :
“Segala kehormatan, keberkahan, kebahagiaan dan kebaikan milik Allah. Semoga tambahan-tambahan keselamatan, rahmat dan berkah-Nya tercurahkan padamu wahai Nabi (Muhammad). Dan semoga keselamatan tetap untuk kami dan para hamba-hamba Allah yang sholih. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad Adalah Utusan Allah.”
Kelima belas, membaca sholawat atas Nabi SAW. Minimalnya dengan membaca:[7]
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ.
Keenam belas mengucapkan salam. Sedikitnya:[8]
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ
Ketujuh belas adalah melakukan secara berurutan. Bila seseorang dengan sengaja mengabaikan urutan sholat, seperti melakukan sujud sebelum ruku’ maka sholatnya batal. Sedangkan bila meninggalkan satu rukun disebabkan lupa maka ia harus kembali (melaksanakan) pada rukun yang ia tinggalkan. Kecuali bila ia telah berada pada posisi rukun yang ditinggal atau bahkan setelahnya, maka sempurnalah satu rokaat baginya dan hanguslah apa yang ia lakukan dalam keadaan lupa.




[1] Yang harus disebutkan dalam hati dalam sholat fardlu minimal ada 3 hal; niat melakukan sholat, menentukan nama sholat (nama sholat fardlu dengan menyebutkan nama waktunya) dan menyebutkan kefardluan sholat. Contoh : “saya berniat sholat fardlu dhuhur”. Sedangkan sholat sunah terbagi menjadi 2; sholat sunnah karena adanya sebab disunahkannya dan sholat sunah mutlak (tanpa adanya penyebab). Yang harus disebutkan saat niat sholat sunah yang ada penyebabnya minimal ada 2 hal; niat melakukan sholat dan menentukan nama sholat itu dengan menyebutkan penyebabnya atau menyebutkan waktunya. Contoh : “saya niat sholat istisqo’” (sholat karena meminta hujan), “saya niat sholat ba’diyah dhuhur” (sholat sunah setelah melakukan sholat dhuhur). Sedangkan sholat sunah mutlak boleh/cukup dengan menyebutkan niat melakukan sholat. Contoh : “saya niat sholat”. Adapun menambahkan penyebutan bilangan rokaat, menghadap kiblat dan “karena Allah ta’ala” itu hukumnya adalah sunah dan tidak wajib.

[3] Yaitu dengan mengucapkandalam hati “fardlu” dsb. Contoh : “aku niat sholat dhuhur yang fardlu” atau “aku niat sholat fardlu dhuhur.
[4] Rukun-rukun qouly adalah rukun sholat yang berupa bacaan-bacaan. Rukun ini meliputi takbirotul ihrom, surat Al-Fatihah, tahiyat akhir dan salam. Dalam membacanya harus terdengar oleh telinga, minimal adalah terdengar oleh telinganya sendiri.
[5] Contoh lahn yang tidak sampai merubah kandungan ayat adalah membaca dlommah pada lafad “an’amta” sehinga terbaca “an’amtu”.
[6] Tekanan ini sekira bila saja semisal sujud dilakukan diatas kapas maka pada kapas itu akan terlihat adanya bekas tekanan dan tidak pulih seketika.
[7] Yang sempurna adalah:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْت عَلَى سَيِّدِنَا إبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إبْرَاهِيمَ إنَّك حَمِيدٌ مَجِيدٌ
[8] Sedangkan yang sempurna adalah :
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ 

Terjemah Sulam Taufiq Bab Syarat Shalat Bisa Di Terima Allah SWT

sholat

فَصْلٌ } وَشُرِطَ مَعَ مَا مَرَّ لِقَبُوْلِهَا عِنْدَ اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أَنْ يَقْصِدَ بِهَا وَجْهَ اللهِ تَعَالَى وَحْدَهُ وَأَنْ يَكُوْنَ مَأْكُلُهُ وَمَلْبُوْسُهُ وَمُصَلَّاهُ حَلَالًاد وَأَنْ يُحْضِرَ قَلْبُهُ فِيْهَا فَلَيْسَ لَهُ مِنْ صَلَاتِهِ إِلَّا مَا عَقَلَ مِنْهَا وَأَنْ لَا يُعْجِبَ بِهَا.
Fasal 
Dan disyaratkan beberapa hal lagi selain hal-hal yang telah disebutkan, dalam rangka supaya sholatnya diterima oleh Allah SWT. Syarat-syarat tersebut adalah:
  1. Tujuan sholatnya adalah mencari ridlo Allah saja.
  2. Sesuatu yang dimakan, yang dipakai dan tempat yang digunakan sholat adalah sesuatu yang halal.
  3. Menghadirkan hati ke dalam sholat, karena seseorang tidaklah mendapatkan dari sholatnya kecuali sekira apa yang dihayatinya.
  4. Tidak membanggakan sholatnya.